![]() |
Cerita Dewasa Karena Nafsu Yang Kuat |
Cerita Dewasa Karena Nafsu Yang Kuat –
Aku sudah dua bulan putus dengan pacarku, selama itu pulalah aku tidak dijamah
pria. Malam mimggu ini aku sendiri lagi. Kuputuskan untuk main ke sekretariat
Mapala di kampusku yang biasanya ada yang menunggu 24 jam. Aku bukan anggota,
tapi kenal beberapa orang. Disana sepi, hanya ada Mas Putra yang tengah asyik
nonton TV. Setelah saling menyapa, kami menonton sambil mengobrol.
“Kok nggak ngapelin Mbak Rosa, Mas..?” tanyaku.
“Nggak, lagi boring ketemu dia terus.”
“Lo kok..? Kan pacar..?”
“Iya sih, tapi lagi pengen ganti suasana aja.”
“Dia nggak marah nih, nggak ngapel..?”
“Nggak, kita lagi berantem kok!”
“Napa..?”
“Rahasia dong.”
“Paling urusan sex.” kataku asal tebak.
“Lo, kok tau..?” tanyanya heran.
“Tau dong..,” jawabku, padahal aku hanya iseng saja asal tebak.
“Nggak, lagi boring ketemu dia terus.”
“Lo kok..? Kan pacar..?”
“Iya sih, tapi lagi pengen ganti suasana aja.”
“Dia nggak marah nih, nggak ngapel..?”
“Nggak, kita lagi berantem kok!”
“Napa..?”
“Rahasia dong.”
“Paling urusan sex.” kataku asal tebak.
“Lo, kok tau..?” tanyanya heran.
“Tau dong..,” jawabku, padahal aku hanya iseng saja asal tebak.
Jangan heran, kalau mengobrol soal sex dengan anak-anak
Mapala ini sudah biasa, pada ‘bocor’ dan ‘kocak’ semua.
“Emang napa sih, dia nggak bisa muasin yah..?” tanyaku sambil tertawa terbahak-bahak.
Mas Putra melotot. “Nggak juga, dia malah nggak bisa ngapa-ngapain, kalo dicium diem aja, kalo udah mo ngebuka bajunya, dia langsung berontak.” kulihat sorot mata kesal.
“O, gitu..”
“Lagian, payudaranya kecil banget..!” katanya.
Aku tertawa lagi. “Impas kan, punya Mas juga kecil,”
“Enak aja, mau liat..?!” tantangnya.
“Emang napa sih, dia nggak bisa muasin yah..?” tanyaku sambil tertawa terbahak-bahak.
Mas Putra melotot. “Nggak juga, dia malah nggak bisa ngapa-ngapain, kalo dicium diem aja, kalo udah mo ngebuka bajunya, dia langsung berontak.” kulihat sorot mata kesal.
“O, gitu..”
“Lagian, payudaranya kecil banget..!” katanya.
Aku tertawa lagi. “Impas kan, punya Mas juga kecil,”
“Enak aja, mau liat..?!” tantangnya.
Aku tertawa, walaupun ingin juga. Sebenarnya aku
naksir tubuhnya saja, atletis, kulit coklat, dada bidang. Dia paling suka
panjat tebing, dan aku sudah pernah melihat dia mandi di pantai. Cool.
“Boleh..,” tantangku balik.
“Oke, tapi kamu juga tunjukin payudara kamu, gimana..? Kan impas.”
Aku terdiam sejenak. Tapi aku berpikir, why not, tidak ada ruginya.
“Oke,” jawabku, “Mas duluan ok..!”
“Boleh..,” tantangku balik.
“Oke, tapi kamu juga tunjukin payudara kamu, gimana..? Kan impas.”
Aku terdiam sejenak. Tapi aku berpikir, why not, tidak ada ruginya.
“Oke,” jawabku, “Mas duluan ok..!”
Dia menatapku tajam sambil berlutut, membuka
reslueting celana jeans-nya pelan hingga terlihat CD yang membalut penisnya
yang sudah menegang.
“Sekarang kamu..!” perintahnya.
“Lo kok..?” kataku bingung.
“Satu persatu, biar fair..,”
“Oke.”
“Sekarang kamu..!” perintahnya.
“Lo kok..?” kataku bingung.
“Satu persatu, biar fair..,”
“Oke.”
Aku membuka sweater cardiganku yang melapisi tank
top yang kupakai. Tanpa kata-kata dia menurunkan jeans-nya sebatas lutut. Aku
membalas dengan menaikkan tank top-ku sebatas leher hingga memperlihatkan
payudaraku yang dibalut bra. Mas Putra tidak langsung membuka CD-nya, tapi
malah mengelus-elus penisnya yang menegang. Aku benar-benar terangsang dan
membalas mengelus-elus payudaraku. Pelan dia menurunkan CD-nya, memperlihatkan
kepala penisnya yang coklat, kemudian batangnya yang lumayan besar untuk ukuran
orang Indonesia. Aku tidak kuasa menahan dengusan nafasku, begitu juga dengan
Mas Putra. Aku menaikkan bra-ku pelan yang memperlihatkan payudaraku berputing
merah dan kenyal.
Sejenak kami berpandangan, masing-masing tangan
memegang payudara dan penis. Tanpa dikomando, Mas Putra perlahan mendekat, aku
diam saja. Kepalanya dicondongkan ke arah payudaraku. Tangannya memegang bahuku
pelan. Kemudian dia mengecup payudaraku pelan, mengulum. Aku menggelinjang
pelan. Tanganku meremas kepalanya. Tangan dan bibirnya makin binal, mengecup
dan mengulum payudaraku, meremas sebelahnya. Mendadak aku sadar kalau ini di
sekretariat, banyak orang bisa berdatangan kapan saja. Aku melepaskan cumbuannya,
dia memandangku.
“Jangan disini..!” bisikku. Dia mengerti.
“Kamu naik ke lantai 5 perpustakaan, nanti aku menyusul..” perintahnya.
“Kamu naik ke lantai 5 perpustakaan, nanti aku menyusul..” perintahnya.
Aku membenahi baju dan beranjak menuju perpustakaan yang tidak jauh dari situ. Di atas aku menunggu 5 menit sampai Mas Putra menyusul dengan membawa sleeping bag 3 buah. Hmm, mungkin biar empuk, pikirku. Dia langsung menggelar sleeping bag jadi tumpuk 3. Aku tetap berdiri sampai dia mendekat. Kami berangkulan pelan. Saling mengulum bibir. Tangan saling menggerayangi. Kutatap matanya tajam sambil tanganku membuka kancing kemejanya satu persatu.
Kuelus dadanya yang bidang sambil membuka kemeja
lepas dari tubuhnya. Kuciumi dadanya, putingnya kukulum pelan, dia
menggelinjang, mendesah. Kuciumi leher dan beralih ke bibirnya.
Kemudian gantian dia yang menarik tank top-ku lepas
dari tubuhku, dielusnya payudaraku yang dibalut bra sebelum meraih pengaitnya
di belakang. Begitu terlepas, dia langsung mencumbu payudaraku, tangannya yang
satu meremas payudaraku yang sebelah, yang satu lagi merogoh celana jeans yang
kupakai, membuka kancing dan reslueting, kemudian mengelus-elus vaginaku yang
dibalut CD. Aku mendesah pelan.
Cumbuannya makin turun, tangannya kemudian membuka
jeans-ku, aku membantu dengan menaikkan kaki. Sambil berdiri, dia mencoba
membuka celananya sendiri, aku langsung beranjak mundur dan memandang Mas Putra
membuka jeans-nya. Mata kami saling bertatapan. Aku melihat dia membuka
jeans-nya, menunduk, dan waktu berdiri aku benar-benar kagum dengan kejantanan
tubuhnya yang macho.
Kami saling berangkulan lagi. Kali ini dia
mengangkat tubuhku sambil menciumi bibirku. Aku memeluk bahunya. Direbahkannya
tubuhku di sleeping bag yang digelar. Kemudian dia merangkulku pelan, saling
berpagutan. Dia mencumbu leherku, terus turun ke payudara, meninggalkan
cupangan disana. Tangannya aktif di vaginaku, kali ini tidak lagi di luar CD
tapi sudah berada di dalam. Aku benar-benar menikmati elusannya. Klirotisku
dimainkan dengan lembut, payudaraku dikulum pelan. Akhirnya dia menarik CD-ku,
aku membantu dengan mengangkat pantat.
Pelan dia memainkan lidahnya di vaginaku, menjilat,
mengulum, aku mendesah tidak karuan. Dia memelukku dan menarik tubuhku. Kami
duduk berhadapan, kaki saling menyilang, saling memeluk, mengulum bibir,
meremas payudara. Aku meraih penisnya dan mengelus-elus pelan, sambil dia
mencumbu leher dan bibirku. Kutidurkan badannya, dan aku di atas. Kubuka CD-nya
sedikit hingga penisnya kelihatan, aku mengarahkan vaginaku dan
menggesek-gesekkannya disana, tanpa penetrasi, payudaraku diraihnya dan
diremas-remas.
Aku duduk di atas pahanya, mengarahkan vaginaku di
penisnya, kuraih penisnya dan menggosok-gosokkan kepalanya di vaginaku,
memainkan klirotisku dengan penisnya. Aku takut untuk penetrasi karena masih
perawan. Dengan begini saja aku sudah menikmati. Kupeluk tubuhnya dan terus
menggesekkan vaginaku di penisnya. Kuciumi leher terus turun ke dada, pantatku
terus bergoyang, sampai aku merasa tubuhku menegang dan akan mencapai klimaks.
Mas Putra meraih payudaraku dan mendekapku sambil membalas goyanganku, aku menjerit
tertahan waktu klimaks. Kupeluk Mas Putra dengan tubuh berkeringat dan lemas.
Dia bangun dan mendekapku sambil merebahkan tubuhku
lagi. Pelan dia membuka CD-nya, kulihat penisya coklat menegang hebat. Dia
memelukku pelan sambil mencumbu dan meremas. Tapi aku mencoba bangun dan
menolak cumbuan MAs Putra. Dia mengalah, aku segera memunguti pakaianku dan
memakainya segera. Aku memang egois. Tanpa basa basi aku langsung turun dan
pulang ke kost.
Besoknya dia mengajakku jalan, kami pergi naik
motor. Tanpa tujuan yang jelas, habis makan di KFC, Mas Putra mengarahkan
motornya keluar kota, ke arah jalan Kaliurang, masuk ke daerah pakem yang
lumayan jauh dari Yogya, aku baru kali ini ke daerah ini. Daerah ini lumayan
dingin karena daerah dataran tinggi lereng merapi. Aku tidak membawa jaket.
Karena kedinginan, aku memeluk Mas Putra agar mendapatkan kehangatan. Kurasakan
payudaraku menempel di punggungnya.
Magrib kami sampai di kawasan wisata Mbebeng. Indah
sekali dapat melihat siluet merapi dari sini, walaupun dingin menggigit.
Sepi.., hanya ada kami berdua di bibir jurang. Tanpa segan aku memeluk Mas
Putra untuk mencari kehangatan. Dia membalas merangkulku. Kemudian kami naik
agak ke atas, tempat panggung yang sudah rusak karena tidak terawat sambil
berangkulan. Pelan-pelan Mas Putra mulai mencium ubun-ubunku. Aku mendongak,
dia langsung menyambar bibirku.
Hari sudah gelap, sehingga aman melakukannya di alam
terbuka begini. Kami berciuman dengan panas, tangannya berkeliaran di
payudaraku. Tanganku memeluk punggungnya. Begitu tiba di belakang panggung, Mas
Putra memepetkan tubuhku di dinding dan mencumbuku habis-habisan, sepertinya
dia ingin membalas perlakuanku kemarin. Baju kaosku direnggut dari kepala,
begitu juga dengan bra. Pelan dicumbunya leher, turun ke payudara dan menaikkan
rok yang kupakai. Tangannya meraba-raba vaginaku yang mulai basah. Tanpa
komando, dia membuka sendiri kemejanya di depanku pelan-pelan, seolah mau
merangsangku.
Dengan menatap mataku, dia melepas satu persatu
kancing kemejanya sambil mengelus sendiri puting susunya. Perlahan tangannya
turun ke pusar, terus membuka reslueting jeans pelan, merogoh ke dalam CD tanpa
mengeluarkan penis. Jujur, aku benar-benar terangsang. Tapi aku masih ingin
menikmati permainannya. Pelan dia menurunkan jeans-nya, tinggal CD yang
menempel dengan siluet penis menyamping. Perlahan dia mendekat dan mencumbuku
lagi, kali ini santai tidak menggebu-gebu lagi seperti tadi.
Aku menikmati setiap sentuhan, dan aku mengerang
tanpa malu-malu. CD-ku dilepaskannya dengan mulut tanpa membuka rok yang hanya
dinaikkan. Dia membuka CD-nya juga, penisnya tegak menjulang merangsang.
Kembali kami saling berangkulan. Terasa denyutan penisnya di perutku. Perlahan
dia menaikkan tubuhku ke atas batu, dan membuat tubuh kami sejajar. Terasa
penisnya kini menempel di vaginaku sekarang. Hangat. Kali ini aku pasrah kalau
dia mau penetrasi. Penisnya hanya digesek-gesekkan di vaginaku sambil mengulum
bibirku.
Kemudian dia meraba vaginaku yang sudah basah.
Ditatapnya mataku sambil memegang bahu. Kami saling bertatapan lama. Perlahan
tangannya mengarahkan penis ke vagianku. Aku memeluk punggungnya sambil terus
bertatapan. Kubantu penisnya mencari lubang vaginaku, dia memeluk bahuku,
mencium pelan bibirku, dan begitu merasa sudah pas, dia menekan pelan penisnya
ke vaginaku. Pelan kepala penisnya terasa menyeruak masuk, aku meremas
punggungnya. Terasa nyeri.
Dia menghentikan gerakannya sejenak. Mencumbu
bibirku lagi, mengelus punggung dan mencium kupingku. Aku agak tenang, kemudian
pelan dia kembali menekan penisnya lebih dalam, aku menggigit bibir, dia
menatapku waktu memasukkan lagi penisnya pelan-pelan. Aku mendongak dan
menjerit tertahan. Dia berhenti setelah semua penisnya masuk dan mencumbu
leherku yang mendongak, aku masih merasa nyeri. Mas Putra mendiamkan penisnya
di vaginaku, sementara kami mulai bercumbu lagi.
Setelah aku tenang lagi, pelan dia mulai
menggoyangkan pantatnya. Pelan-pelan penisnya keluar masuk di vaginaku. Aku
mulai menerima rasa sensasi yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Gerakan
pelan mulai berubah menjadi gerakan liar, kocokan penisnya di vaginaku semakin
kencang, aku semakin bergairah, mengerang, menggigit. Kakiku yang kanan mengait
di pinggang Mas Putra dibantu tangannya, sementara tanganku memeluk punggungya.
Waktu aku mau klimaks, aku menghentikan goyangan,
dan Mas Putra mengerti dan menghentikan kocokannya juga. Kami bercumbu
sebentar, menenangkan diri dengan penis tetap menancap di vagina. Aku
menawarkan untuk ganti posisi dan Mas Putra menyetujui. Kami sepakat mencoba
doggie style. Aku langsung menungging di atas rumput, dan Mas Putra berlutut
segera memasukkan penisnya dan mulai mengocok, terasa sensai yang lain lagi.
Aku mengerang bebas dan Mas Putra merangkulku dari belakang meremas payudara
sambil terus mengocok.
Agak lama aku klimaks, malah gantian Mas Putra yang
mau klimaks, tubuhnya menegang dan meracau. Aktifitas langsung berhenti. Kali
ini aku aktif mencumbunya, kami duduk berhadapan, kakinya menjulur lurus, aku
duduk di atasnya memasukkan vagina ke penis, mengoyang-goyang pelan, akhirnya
di merebahkan dirinya di atas rumput. Aku makin leluasa mengocok penisnya di
vaginaku. Terasa penetrasi lebih dalam dan dinding vaginaku terasa geli dan
nikmat.
Sebelum klimaks, lagi-lagi kami ganti posisi, Mas
Putra gantian menindihku dengan gaya konvensional. Kocokannya benar-benar
bernafsu dan cepat, aku menggelinjang geli dan membalas setiap gerakan Mas
Putra.
Kami saling mengerang, menjerit tertahan dengan
nafas mendengus sampai tubuhku menegang akan mencapai klimaks. Mas Putra tidak
perduli, terus mengocok penisnya, aku menjerit pelan begitu klimaks, memeluk
Mas Putra lemas yang terus menggenjot sampai dia pun klimaks. Kami saling
berangkulan di atas rumput, tersenyum dengan peluh membanjiri tubuh. Setelah
berpakaian kami segera pulang.
0 Response to "Cerita Dewasa Karena Nafsu Yang Kuat"
Post a Comment